Sistem Pemerintahan Ulu-Apad Di Desa Pakraman Margatengah Yang Merupakan Salah Satu Sistem Pemerintahan Tertua Di Bali
Dalam masyarakat Bali, terdapat dualisme sistem pemerintahan yang menunjuk kepada dua pengertian. Pertama, istilah sistem pemerintahan desa dinas, yaitu desa yang merupakan kesatuan wilayah administrasi pemerintahan. Kedua, istilah sistem pemerintahan desa pakraman, yaitu sistem pemerintahan desa yang merupakan kesatuan wilayah masyarakat adat. Eksistensi desa pakraman di Bali hingga saat ini tetap terjaga bahkan bisa melampaui peran pemerintah desa adminitrasi dalam pengaruhnya kepada masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan pelaksanaan nilai-nilai yang dianut masyarakat Bali yang didasarkan adat-adat keyakinan agama Hindu. Nilai-nilai tersebut dikenal sebagai Tri Hita Karana yaitu nilai yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan.
Sarana Upacara Yang Hanya Boleh Dibuat Oleh Prajuru Ulu-Apad
Untuk sistem pemerintahan adat atau Desa Pakraman di Bali dibedakan menjadi dua, yaitu sistem pemerintahan Bali dataran (Majapahit) dan sistem pemerintahan Bali pegunungan (Bali Aga atau Bali Mula). Yang membedakan sistem pemerintahan Bali dataran dengan Bali pegunungan adalah, dimana sistem pemerintahan pada Bali dataran menggunakan konsep Trimurti atau serba tiga dalam pengaturan pelinggihnya (Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan), sedangkan pada sistem pemerintahan Bali pegunungan menggunakan konsep Rwabhineda (Ulu dan Tebenan), pandangan idiologis berdasarkan ajaran Rwabhineda yaitu harmonisasi dari dua pertentangan. Untuk sistem pemerintahan Bali pegunungan dikenal dengan nama sistem pemerintahan Ulu-Apad (Tenganan, Terunyan, Penglipuran, Gobleg, dan masih banyak lainnya). Salah satu desa pakraman di Bali yang menggunakan sistem pemerintahan Bali pegunungan (Ulu-Apad) yaitu desa pakraman Margatengah yang merupakan salah satu desa tua di Bali atau desa Bali Aga.
Sebagai suatu sistem, sistem pemerintahan Ulu-Apad memiliki struktur tersendiri sesuai dengan konsep Rwabhineda. Dimana susunan pemerintahannya terdiri dari Penghulu Desa atau Dulun Desa, yaitu Jero Kubayan, Jero Bahu, Jero Singgukan, Jero Penyarikan, Jero Malungan, dan Jero Penakehan. Dalam suatu stuktur tentu memiliki dinamika atau proses yang terus berkembang dan memiliki interaksi antara satu dengan yang lain. Untuk sampai ke posisi utama atau menjabat sebagai Jero Kubayan harus melalui beberapa proses, proses tersebut diawali dengan tingkat usia kecil yang ditandai dengan masuk sebagai anggota Truna Desa (Muda-Mudi) yang kemudian melakukan pernikahan dan melakukan upacara Mapiuning Menek Madesa, sehingga menyebabkan kenaikan tingkat menjadi anggota Krama Pamugbung yang dimulai pada tingkatan paling bawah yang dimana jika posisi diatas ada yang kosong secara otomatis akan naik ketingkat selanjutnya.
Setelah usai Ngayah sebagai Jero Saya Nitik barulah dianggap sah sebagai Pelayan Desa Pakraman, kemudian Pengejukan, selanjutnya menjadi Pakebat, lalu Pangintukan, Pangadonan, Jero Penakehan, Jero Malungan, Jero Penyarikan, Jero Singgukan, Jero Bahu, sampai pada akhirnya menjadi Jero Kubayan. Kenaikan tingkat ini ditandai dengan dilangsungkannya upacara Mesaksi. Seperti itulah tingkatan pada sistem pemerintahan desa pakraman yang masih menganut sistem pemerintahan Bali Aga.