Makna Upacara Nangluk Merana Pada Sasih Kanem
kerta.desa.id Upacara Nangluk Merana tergolong dalam jenis Bhuta Yadnya dan tujuan dilaksanakannya upacara Nangluk Merana oleh umat Hindu di Bali yaitu pada umumnya untuk memohon keselamatan Bali agar dijauhkan dari hal-hal yang negatif, terutama sejumlah bencana yang terjadi selama ini di Nusantara. Persiapan Upacara Nangluk Merana di Banjar Margatengah
Upacara Nangluk Merana biasanya dilaksanakan pada sasih ke-6 oleh umat Hindu di Bali. Kenapa pada sasih ke-6? Secara faktual, Sasih ke-6 merupakan musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. Hujan yang turun pada Sasih ke-6 lebih lebat dari pada hujan saat Sasih ke-5. Musim pancaroba tentu saja berdampak pada kondisi alam dan merebaknya aneka penyakit ataupun hama. Sehingga dengan adanya Upacara Nangluk Merana inilah diharapkan dapat memberikan keselamatan lahir dan batin.
Semua itu ada dalam sastra Lontar Purwaka Bumi. Di samping itu tujuan ritual tersebut juga untuk memohon berkah kesuburan. Terlebih lagi, dalam pergantian sasih ini harus dimaknai dengan baik, dilaksanakan dengan lascarya, ngaturan bakti dan banten, memohon keselamatan agar terjadi penetralan kesimbangan sesuai dengan ajaran dan Lontar Cuda Mani.
Pembagian "Malang" untuk Kepala Keluarga atau Krama Banjar yang ada di Banjar Margatengah
Pelaksanaan Nangkluk Merana yang dilakukan masyarakat ini telah ada sejak zaman Rsi Markandya. Upacara nangluk merana umumnya dilaksanakan krama subak di seluruh Bali. Upacara dilaksanakan di pura-pura yang berstatus sebagai pura subak, terletak di tepi pantai. Karena itu pula, upacara nangluk merana biasanya terkosentrasi di Pura Watu Klotok, Pantai Lebih, Puru Ulun Subak Bukit Jati, Pura Masceti, Pura Erjeruk, Pura Petitenget, Pura Rambut Siwi, Pura Tanah Lot, dan pura-pura sejenisnya. Pelaksanaan upacara nangluk ini disesuaikan dengan desa kala patra, tempat, waktu dan tradisi yang sudah berjalan di masing-masing daerah di Bali.
Mengacu pada sumber sastra lainnya, dalam hubungan dengan upacara nangluk merana di antaranya bersumber dari Purana Bali Dwipa. Pada intinya sumber itu mengatakan, ketika Raja Sri Aji Jayakasunu mendapat petunjuk dari Hyang Maha Kuasa berbunyi sebagai berikut :
"Dan jangan lupa melaksanakan kurban (tawur) di laut amanca sanak, tingkat kecil, sedang, utama, tiap-tiap bulan Desember, Januari, Februari salah satu di antaranya dapat dipilih untuk dilaksanakan sebagai penolak hama dan bencana. Bilamana sudah melaksanakan upacara nangluk merana, penolak hama dan penyakit di sawah, maka tikus walang sangit, segala bentuk hama di tingkat desa maupun sawah tidak akan berbahaya, karena sudah dibuatkan upacara. Oleh karena segala wabah dari laut sumbernya".